Oleh: dr.Yendi
Tindakan infiltrasi lokal epinefrin pada daerah pembedahan sering dilakukan pada suatu pembedahan. Tujuannya adalah untuk profilaksis hemostasis dan visibility. Walaupun tindakan ini bertujuan untuk mengurangi perdarahan saat pembedahan namun tindakan ini juga dapat menyebabkan terjadinya bencana sirkulasi seperti hipertensi berat, takikardi, disritmia, iskemik miokardia atau edema paru.
Sangat penting untuk mengetahui resiko sirkulasi yang disebabkan oleh infiltrasi lokal epinefrin serta mendeteksi secara cepat kejadian tersebut sehingga dapat diambil tindakan cepat dan tepat dalam penatalaksanaannya.
Epinefrin
Epinefrin merupakan prototype obat golongan simpatomimetik yang termasuk ke dalam naturally occurring cathecolamine bersama dengan norepinefrin serta dopamin.
Epinefrin tidak dapat diberikan secara oral karena dimetabolisme secara cepat oleh mukosa gastrointestinal dan hepar. Karenanya, epinefrin diberikan secara SC, IM atau IV.
Epinefrin bekerja pada multi adrenoreseptor, α1, α2, β1 dan β2 reseptor. Dengan demikian efek klinisnya pun akan susah di prediksi karena saling tindih efek yang dihasilkan masing-masing reseptor tersebut.
Reseptor α1 merupakan adrenoreseptor postsinaptik yang berada pada otot polos diseluruh tubuh, pada mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus dan sistem genitor urinaria. Aktivasi reseptor ini menyebabkan kontraksi otot. Reseptor α1 papa miokardium menghasilkan efek inotropik positif dan kronotropik negative. Efek paling penting pada kardivaskular adalah vasokonstriksi, yang akan meningkatkan resistensi vascular perifer, afterload ventrikel kiri dan tekanan darah.
Reseptor α2 terdapat di presinaptik. Bekerja dengan menghambat aktifitas adenilat siklase sehingga menghambat pelepasan norepinenefrin dari neuron. Pada otot polos vascular terdapat reseptor α2 yang menyebabkan vasokonstriksi. Terpenting, stimulasi reseptor α2 di SSP menyebabkan sedasi dan menurunkan simpatik outflow sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah.
Reseptor β1 terdapat membran postsinaptik di jantung. Efeknya adalah kronotropik, inotropik dan dromotropik positif,
Reseptor β2 terletak postsinaptik di otot polos dan sel glandula. Mekanisme kerjanya seperti β1 melalui aktivasi adenilat siklase. Stimulasi reseptor ini menyebabkan vasodilatasi, bronkodilatasi, dan tokolisis. Reseptor ini juga mengaktifkan Na-K pump sehingga dapat terjadi hipokalemia dan disritmia karena pergerakan kalium ke intraselluler.
Secara umum fungsi alami epinefrin adalah regulasi:
• Kontraksi miokardium
• Heart rate
• Tonus otot polos vascular dan bronchial
• Sekresi glandula
• Proses metabolic seperti glikogenolisis dan lipolisis
Kegunaan klinis epinefrin:
• Campuran pada anestesi lokal untuk menurunkan absorpsi sistemik dan memperpanjang durasi anestesi lokal (konsentrasi 1:200.000)
• Profilaksis hemostasis serta meningkatkan visibility pada pembedahan melalui infiltrasi lokal pada area pembedahan
• Terapi reaksi alergi yang fatal
• Sebagai obat pada CPR
• Continous infusion untuk meningkatkan kontraktilitas miokardium
Sympathetic nervous system activation
Manifestasi sistemik aktivasi system saraf simpatik termasuk hipertensi sistemik, takikardia, disritmia, iskemia miokardium atau edema paru dapat menyertai absorpsi vascular dari alfa-agonis ketika digunakan sebagai injeksi vasokonstriktor pada daerah pembedahan.
Hipertensi sistemik terjadi karena stimulasi alfa-agonis yang meningkatkan sistemik vascular resisten. Peningkatan SVR ini menyebabkan perpindahan darah dari perifer ke vascular pulmonary sehingga meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri. Kemampuan jantung untuk meningkatkan heart rate dan kontraktilitas merupakan mekanisme kompensasi untuk tetap menjaga cardiac output pada keadaan ini.
Penatalaksanaan
Tanpa intervensi farmakologi
Dalam literatur dikatakan kejadian manifestasi sistemik dari aktivasi simpatetik nervous system ini tidak memerlukan terapi khusus. Tindakan hanya terbatas pada menunggu durasi epinefrin yang diinjeksi secara lokal tadi hilang. Hipertensi sistemik dapat hilang dengan sendirinya tanpa intervensi farmakologi. Akan tetapi severe hypertension perlu intervensi farmakologi asalkan terapi yang diberikan tidak menyebabkan penurunan dari kemampuan miokardium yang sudah terdepresi untuk meningkatkan kontraktilitas dan heart rate. Pada kondisi ini, obat-obatan golongan vasodilator seperti nitroprusid atau nitrogliserin merupakan pilihan.
Beta-adrenergik bloker
Pemberian obat-obatan beta-adrenergik bloker pada kondisi ini tidak diperkenankan karena dapat menyebabkan kejadian edema pulmonary dan irreversible cardiovascular collapse. Hal ini berhubungan dengan mengganggu mekanisme kompensasi miokardium untuk memelihara cardiac output tadi.
Lidokain
Lidokain yang merupakan obat anestesi lokal juga dipergunakan sebagai terapi emergensi pada resusitasi kardiopulmonal. Lidokain diberikan pada kejadian manifestasi sistemik dari aktivasi simpatetik nervous system karena injeksi lokal epinefrin terutama karena kejadian disritmia (ventricular takikardia). Beberapa jurnal mengatakan pemberian lidokain pada situasi ini efektif untuk mengembalikan irama jantung menjadi sinus rythme. Membiarkan jantung dalam keadaan disrtimia berbanding lurus dengan perburukan outcame pasien yang mengarah pada keadaan heart failure. Lidokain diberikan secara bolus intravena dengan dosis 1-1,5 mg/kgbb.
Menurut pedoman ACLS dari AHA 2006, lidokain diberikan untuk terapi alternative dari amiodaron untuk VF/VT pada cardiac arrest. Diindikasikan juga pada stable monomorfik VT, stable polimorfik VT pada keadaan tanpa iskemik dan gangguan elektrolit sebelumnya. Pemberian juga dapat melalui ETT dengan dosis 2-4 mg/kgbb. Untuk maintenance diberikan dengan infuse 1-4 mg/min (30-50 µg/kg per menit).
Efek lidokain ini disebabkan kerja lidokain yang mendepresi automatisiti miokardial. Kontraktilitas dan conduction velocity juga terdepresi. Dihasilkan dari direct cardiac muscle membrane changes (blokade sodium channel jantung) dan inhibisi dari autonomic nervous system.
Cardioversion
Sesuai pedoman ACLS dari AHA 2006, kardioversi diindikasikan pada semua bentuk takikardia (HR>150X/menit) dengan tanda-tanda hemodinamik yang tidak stabil, syok, tapi masih terdapat nadi. Tapi disebutkan juga bahwa kardioversi merupakan kontraindikasi pada keadaan takikardia diatas yang disebabkan oleh keracunan atau drug induced. Pada kasus ini tidak dilakukan kardioversi karena jelas penyebabnya adalah drug induced (infiltrasi lokal epinefrin). Namun persiapan alat defibrillator penting sebagai antisipasi kejadian memburuk sampai dilakukan CPR.
Kesimpulan
1. Penggunaan infiltrasi lokal epinefrin pada area pembedahan menguntungkan karena berfungsi sebagai profilaksis hemostasis sehingga mengurangi perdarahan sekaligus juga meningkatkan visibility operator bedah, akan tetapi perlu diwaspadai bahaya yang dapat ditimbulkannya seperti bencana sirkulasi dalam bentuk hipertensi sistemik, takikardia, disritmia, iskemik miokardia atau edema paru
2. Manifestasi sistemik aktivasi dari simpatik nervous system perlu diketahui dan dipahami dengan demikian tindakan yang cepat dan tepat pada penatalaksanaannya dapat dilakukan sehingga tidak menjadi lebih parah hingga bersifat fatal dan tercapainya outcome pasien yang lebih baik.
3. Konsentrasi tinggi epinefrin juga dapat menyebabkan efek yang bersifat fatal maka perlu lebih hati-hati dan teliti dalam melakukan pengenceran sehingga benar-benar didapat konsentrasi yang tepat dan sesuai.
Daftar Bacaan
1. Stoelting RK, Hillier SC. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. 4th ed, Lippincot William & Wilkins; 2006: 292-310.
2. Morgan GE, Mikhail MS., Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed, Pasadena: McGraw-hill companies; 2006.
3. Field JM, Hazinski MF, Gilmore D. Handbook of Emergency Cardiovascular Care for Health Care Provider. American Heart Association; 2006.
4. Murakawa T, Koh H, Tsubo T, Matsuki A, et al. Two Cases of Circulatory Failure After Local Infiltration of Epinephrine during Tonsillectomy. The Japanese Journal of Anesthesiology 1998;47(8):955-62.
5. Takayuki M. Circulatory Disaster Following Infiltration of Epinephrine Contained in Local Anesthetic. The Japanese Journal of Anesthesiology 1999;48(9):1020-23.
6. Lee JY, Kim CH, Lee SJ, et al. Acute Heart Failure Induced by a beta-blocker after the Local Infiltration of Epinephrine: A case report. Korean J Anesthesiol 2007;52(5):591-95.
7. Karns JL. Epinephrine-induced Potentially lethal Arrhythmia during Arthroscopic Shoulder Surgery: A case report. AANA J 1999;67(5):419-21.
8. Rutka JA, McKinlay K, et al. Risk of Tragic Error Continues in Operating Rooms. ISMP Canada Safety Bulletin 2004;4(12).